Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana merupakan RUU inisiatif pemerintah. Pernah menjadi perbincangan di Gedung senayan atas dugaan kasus korupsi di Kementerian Keuangan sebagaimana diungkap oleh Mahfud MD, RUU ini masih tidak mengalami pergerakan pembahasan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman DPR, RUU tersebut masih menyandang status terdaftar, yang artinya belum pernah dibahas sekalipun oleh DPR maupun Pemerintah sebagai pembentuk Undang-Undang. Padahal, Presiden telah mengirimkan Surat Presiden RUU a quo kepada DPR dengan nomor R 22-Pres-05-2023 sejak tanggal 4 Mei 2023 untuk dibahas bersama DPR.

Saat ini, Indonesia belum memiliki dasar hukum untuk melakukan perampasan aset hasil tidnak pidana. Oleh karenanya, apabila RUU Perampasan Aset disahkan menjadi UU dapat menjadi payung hukum dalam penegakan hukum terhadap kasus yang melibatkan dana besar seperti korupsi, narkotika, perdagangan manusia, kerusakan lingkungan bahkan perjudian. Terhadap kekosongan hukum ini, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan Indonesia dinilai tertinggal 17 tahun karena tidak kunjung mengesahkan RUU Perampasan Aset. Seharusnya, RUU tersebut telah disahkan sejak Indonesia meratifikai perjanjian internasional dengan diterbitkannya UU No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003.

Merujuk pada draft RUU Perampasan Aset, RUU terdiri atas 7 (tujuh) BAB, diantaranya yakni i) Ketentuan Umum, ii) Aset Tindak Pidana yang Dirampas, iii) Hukum Acara Perampasan Aset, iv) Pengelolaan Aset, v) Kerja sama Internasional, vi) Pendanaan, dan vii) Ketentuan Penutup.  Sementara itu, dalam RUU ini, diatur bahwa aset tindak pidana yang dapat dirampas berdasarkan UndangUndang ini meliputi:

a.    Aset hasil tindak pidana atau Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau Korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut;

b.    Aset yang diketahui atau patut diduga digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana;

c.    Aset lain yang sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti Aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara;

d.    Aset yang merupakan barang temuan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana;

e.    Aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan Aset Tindak Pidana yang diperoleh sejak berlakunya Undang-Undang ini; atau

f.     Aset yang merupakan benda sitaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana atau yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.

Prognosis

Peta Kebijakan memprediksi kelolosan RUU Perampasan Aset sebesar 0,48% berdasarkan informasi-informasi RUU yang dijadikan sebagai variable kelolosan diantaranya yakni:

a.    Status Proses              : Terdaftar

b.    Status Prioritas            : Prioritas

c.    Tahun Prioritas            : 2023

d.    Sponsor                        : Pemerintah

e.    Pengusul                     : -

f.     Penugasan                   : -