Komisi I DPR masih melakukan pembahasan RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Panja RUU ITE mulai membuka kesempatan bagi berbagai kelompok untuk berpartisipasi dalam forum dengar pendapat. Tujuan dari forum ini adalah untuk mendapatkan masukan serta pandangan dari berbagai segmen masyarakat terkait revisi RUU ITE tersebut. Kendati demikian, rapat yang diselenggarakan kerap dilakukan secara tertutup. Merespon hal ini, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengungkapkan bahwa rapat dibuat secara tertutup untuk memberikan keleluasaan dalam membahas dan meng-exercise dengan isu-isu yang sensitif. Ia menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen tidak ingin mempertahankan pasal karet dalam UU ITE.
Rapat pada 22 Agustus 2023 juga dihadiri oleh Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian. Ia mengusulkan sejumlah substansi untuk masuk dalam agenda revisi UU ITE. Ia menyampaikan perlunya memperjelas kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk BSSN dalam UU ITE melalui perubahan Pasal 43 ayat 1. Hal ini mengingat bahwa sejak UU ITE pertama kali disahkan, BSSN belum terbentuk sehingga tidak termasuk dalam penyidik yang berwenang. Hinsa berharap betul aspirasi dari institusi negara yang dipimpinnya dapat diakomodir para pembentuk UU dalam proses pembahasan revisi kedua UU 11/2008. Menurutnya, dengan mengubah rumusan norma dalam Pasal 43 ayat (1) dapat memperjelas kewenangan penyidik BSSN.
Tidak hanya BSSN, Komisi Perlindungan Aanak Indonesia (KPAI) juga turut diundang dalam forum rapat dengan pendapat dengan Komisi I. Setidaknya ada tiga masukan yang disampaikan oleh KPAI dalam revisi UU ITE diantaranya yakni:
- Harmonisasi regulasi dengan aturan perundangan lainnya, yakni Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA), Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
- Pemenuhan hak anak atas informasi sehat dan perlindungan di dunia siber.
- Ketiga, pemenuhan hak partisipasi anak dan kebebasan, serta penguatan di dalam demokrasi.
Sejauh pemantauan Peta Kebijakan pada situs DPR, RUU tentang Perubahan Kedua UU ITE ini merupakan usulan dari Pemerintah pada 17 Desember 2019 dan masuk dalam periode prolegnas 2020-2023 serta menjadi RUU Prioritas pada tahun ini. Namun demikian, tidak ada informasi yang dapat diakses lebih lanjut selain hal tersebut di atas. Dengan demikian, maka transparansi dan keterbukaan atas informasi pembahasan RUU ITE ini menjadi sangat krusial. Tidak adanya muatan substansial yang dapat diakses oleh publik tentu tidak sejalan dengan asas-asas yang diamanatkan dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.